Ungkapan “saya ucapkan sugeng rawuh . . ., silakan dhahar seadanya” sering kita dengar dalam pertemuan tertentu. Maksud ungkapan ini, sudah jelas, untuk memberi penghormatan. Padahal, dalam bahasa Indonesia tidak dikenal strata seperti dalam bahasa daerah (Jawa). Tahun 1982, pada acara temu muka Guru dan Pembina Bahasa Indonesia pernah dibahas dan memunculkan rumusan bahwa (pengucapan) bahasa yang baik adalah (ucapan) bahasa Indonesia yang tidak memperlihatkan warna (ucapan) bahasa daerah. Pada kesempatan lain, Sutan Takdir Alisjahbana menegaskan “mengganti kata Indonesia yang sudah ada dengan bahasa daerah tak ada gunanya dan hanya akan mengacaukan bahasa Indonesia.
Berikut beberapa contoh ungkapan berbahasa Indonesia dengan warna bahasa daerah yang seharusnya kita hindari.
Saya ucapkan sugeng rawuh kepada Bapak Bupati.
Silakan dhahar seadanya.
Mari kita dengarkan dhawuh-dhawuh beliau.
Penuturan yang benar sesuai kaidah bahasa Indonesia
Saya ucapkan selamat datang kepada Bapak Bupati.
Silakan makan seadanya.
Mari kita dengarkan petunjuk-petunjuk beliau.
Filed under: Bahasa, Bhs. Indonesia, Budaya, Jawa, Nasionalisme | Tagged: Bhs. Indonesia |
Tinggalkan komentar