• Sedang Berkunjung

  • Statistik Kunjungan

    • 27.913.233 hits
  • Negara Pengunjung

    Flag Counter
  • Arsip Tulisan

  • Kategori

  • Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

    Bergabung dengan 8.377 pelanggan lain
  • Komentar Baru

    Kak Ichsan pada Gratis, Buku Husein Mutahar da…
    Asli Arpani pada Gratis, Buku Husein Mutahar da…
    Harvest Moon: Light… pada Lirik Lengkap Indonesia Raya (…
    andri pada Download Indeks Alquran 30 Juz…
    alex sutja pada Kalender: Nama Bulan Masehi, H…
    stevenz pada Lambang Nahdlatul Ulama (NU) d…
    Bahagia dengan Menci… pada Pemakaian Tanda Tanya (?) dan…
    Dr.Prabowo Endropran… pada Syair Lagu Mars PGRI
    Dr.Prabowo Endropran… pada Syair Lagu Mars PGRI
    Matsan Saga pada Partitur Paduan Suara Himne…
    ayu cahyani pada Lagu Pramuka: Kelana Rimb…
    Kak Ichsan pada Melihat Nilai Akreditasi Sekol…
    Subandi pada Melihat Nilai Akreditasi Sekol…
    ugick adjach pada Puisi: Aku (Chairil Anwar…
    Kak Ichsan pada Tujuan dan Manfaat NISN
  • RSS Partitur Piano

  • RSS Partitur Paduan Suara

  • RSS Partitur dan Kunci Gitar

  • MP3 Pilihan

  • Pintu Khusus

  • Cek Tagihan

  • RSS Lagu Daerah

  • RSS Sayembara

Artikel tentang Super Semar


Super Semar (Surat Perintah Sebelas Maret) 1966 memiliki arti strategis bagi bangsa Indonesia. Ia menyimpan nilai historis dalam perjalanan bangsa kita.  Satu pertanyaan yang sampai saat ini belum ada jawaban pasti adalah, dimana naskah surat asli berada? Lembaga Arsip Nasional Indonesia (ANRI) pun bekerja keras melakukan pelacakan untuk mendapatkan ”arsip” asli.

Berikut artikel mengenai pelacakan Super Semar yang dilakukan ANRI. Artikel dari berita ANRI berikut ini, saya salin lengkap, termasuk judulnya. Semoga dapat menambah referensi yang bermanfaat

UPAYA PELACAKAN DAN PENELUSURAN

ARSIP SUPERSEMAR OLEH ANRI

A.     Latar Belakang

Dalam masa era globalisasi ini kebutuhan akan informasi menjadi suatu keha- rusan. Hal itu tampak dari perkembangan yang terjadi saat ini, di mana pencip taan teknologi yang berhubungan dengan kebutuhan informasi semakin menda- pat tempat yang baik di masyarakat. Sejalan dengan kebutuhan informasi senantiasa harus ada dan kredibilitas yang dapat dipertanggungja-wabkan. Sebab informasi tanpa adanya arsip yang menyertainya dapat dikata- kan  hanya sebagai kabar burung yang belum tentu kebenarannya. Untuk itu arsip merupakan barang bukti perlu dijaga dan dilestarikan.

Sehubungan dengan pentingnya arsip tersebut, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai lembaga kearsipan nasional mempunyai tugas pokok menyelamatkan dan melestarikan arsip sebagai bahan pertanggungjawaban nasional. Tugas tersebut tidak dapat dilepaskan dari Visi ANRI yang menjadikan “arsip sebagai simpul pemersatu bangsa”. Di mana arsip merupakan bukti dari dinamika perkembangan bangsa, mengandung bukti histories, nilai budaya dan harkat kebangsaan, yang dapat menjalin dan mempertautkan keaneragaman daerah dalam satu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Misi ANRI yaitu “melestarikan memori kolektif bangsa dan memanfaatkannya sebagai sumber informasi untuk kemaslahatan bangsa”, mengandung makna bahwa dalam menjalankan tugasnya, ANRI berkewajiban untuk menghimpun, menyimpan, memelihara dan mengolah arsip menjadi informasi yang bermanfaat untuk kemaslahatan bangsa.

Sebagai implementasi dari apa yang dikemukakan dalam Visi dan Misi ANRI tersebut, saat ini ANRI mulai melangkahkan kakinya kembali mencari dan menelusuri arsip-arsip yang mempunyai nilai tinggi bagi kelangsungan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Salah satu arsip yang ditelusuri keberadaannya kembali adalah arsip Supersemar.

Arsip Supersemar merupakan dokumen penting karena merupakan tonggak sejarah peralihan kepemimpinan nasional  dari Pemerintahan Orde Lama ke Pemerintahan Orde Baru. Sebagai dokumen yang sangat penting, seharusnya arsip Supersemar tersimpan dan terpelihara dengan baik. Namun kenyataannya, sampai kini arsip Supersemar yang asli belum ketemu sehingga merupakan persoalan yang sangat serius bagi citra dari suatu bangsa yang berbudaya.

B.     Urgensi

Menyikapi merebaknya tuntutan berbagai kelompok masyarakat atas hilangnya  arsip Supersemar ditambah dengan munculnya berbagai kontroversi tentang proses kelahirannya. ANRI sebagai lembaga yang bertugas menyelamatkan dan melestarikan dokumen negara dipandang perlu untuk terus berupaya melakukan “Penelusuran Arsip Supersemar”. Upaya ini sudah dilaksanakan, baik melalui kegiatan survey kearsipan maupun melalui wawancara Sejarah Lisan, namun belum memperoleh hasil yang optimal. Memperhatikan betapa pentingnya keberadaan arsip Supersemar tersebut dan semakin berkurangnya beberapa pelaku sejarah sekitar periode itu dapat mengakibatkan keberadaan arsip Supersemar semakin sulit untuk ditelusuri. Dengan keadaan seperti ini, maka diperlukan bantuan dari lembaga-lembaga terkait seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Mahkamah Agung, Lembaga Kepresidenan, Sekretariat Negara, Markas Besar Angkatan Darat, Markas Besar Angkatan Udara, Markas Besar Angkatan Laut dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia turut membantu dalam rangka menelusuri keberadaan arsip Supersemar tersebut. Dengan  adanya penelusuran tersebut diharapkan arsip Supersemar yang asli dapat ditemukan.

C.     Upaya Penelusuran Arsip Supersemar oleh ANRI

Mengingat sangat  pentingnya Arsip Supersemar tersebut bagi kelangsungan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dan juga sebagai bahan pertanggungjawaban nasional, maka ANRI telah melakukan  berbagai upaya penelusuran. Dalam dengar pendapat DPR RI dengan Kepala ANRI tanggal 23 September 1998 dibicarakan  mengenai berita adanya Surat  13 Maret atau Surat Perintah 13 Maret 1966. Dalam berita di majalah D dan R edisi No. 04/XXX/12 September 1988. Di sini diberitakan bahwa pada tanggal 13 Maret 1966 Presiden Soekarno menulis surat kepada Soeharto yang isinya memberitahukan kepada Soeharto bahwa Supersemar itu sifatnya teknis/administratif dan tidak politis, semata-mata adalah Surat Perintah mengenai tugas keamanan bagi rakyat dan pemerintah, untuk keamanan dan kewibawaan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS. Surat tersebut diserahkan oleh Leimena kepada Soeharto pada tanggal 14 Maret 1966. Sejauh mana kebenaran berita tentang adanya Surat Perintah 13 Maret 1966 tersebut perlu pengujian/penelitian lebih lanjut.

Untuk mengetahui seberapa jauh langkah-langkah yang telah ditempuh ANRI dalam rangka menelusuri keberadaan Arsip Supersemar tersebut, di bawah ini akan laporkan langkah-langkah yang telah dilakukan, yaitu :

Tahun 2000 :

1.     Pada tanggal 7 Maret 2000 Kepala ANRI menemui Sekretaris Jenderal MPR RI Bapak Drs. Umar Basalim untuk menanyakan apakah naskah Supersemar yang asli disimpan di MPR karena menurut informasi naskah Supersemar tersebut telah diserahkan oleh Bapak Amir Macmud kepada Ketua MPRS pada tahun 1966 yang selanjutnya digunakan sebagai dasar penetapan Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Pengukuhan Supersemar dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII?MPRS1967 tentang Pengangkatan jenderal Soeharto sebagai pejabat Presiden RI.

2.            Pada tanggal 8 Maret 2000, Kepala Arsip Nasional RI menemui Sekretaris Negara Bapak Bondan Gunawan untuk menyampaikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan naskah Supersemar dan mengharap dukungan moral untuk melacak naskah tersebut.

3.         Pada tanggal 8 Maret 2000 menemui Bapak Jenderal TNI (Purn.)  H. Abdul Haris Nasution, mantan Ketua MPRS untuk meminta penjelasan seputar Supersemar yang diserahkan Bapak Amir Machmud dan proses pembuatan TAP MPRS Nomor : IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi /Mandataris Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara Republik Indonesia dan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno.

4.         Tanggal 9 Maret 2000 Kepala Arsip Nasional RI telah menghadap Ketua DPR RI berkaitan dengan pencarian keberadaan Supersemar, dan dari Ketua DPR RI Bp. Akbar Tanjung mendapat rekomendasi untuk bertemu dengan Bapak Faisal Tanjung (mantan Panglima TNI) karena menurut informasi beliau mengetahui keberadaan naskah asli Supersemar tersebut.

5.         Tanggal 10 Maret 2000 Kepala Arsip Nasional RI menemui Bapak Jenderal TNI (Purn.) Faisal Tanjung untuk menanyakan keberadaan naskah asli Supersemar. Ternyata beliau tidak mengetahui keberadaan naskah asli Supersemar tersebut.

6.         Pada tanggal 10 Maret 2000, Kepala ANRI mengirim surat kepada Ketua DPR RI Nomor : KN.20.1/227/2000 tentang permintaan agar  DPR dapat memanggil Bapak H.M. Soeharto dan Bapak Jenderal TNI (Purn.)  M. Yusuf untuk memberi penjelasan mengenai masalah keberadaan naskah asli Supersemar tersebut.

7.         Dengar pendapat DPR RI dengan Kepala ANRI tanggal 26 Juni 2000 dikemukakan bahwa untuk kejelasan sejarah dan kearsipan naskah asli Supersemar perlu ditemukan baik melalui jalur biasa, maupun jalur hukum dan disimpan di ANRI, serta dijelaskan kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran disekitar keaslian naskah tersebut.

8.         Dalam dengar pendapat DPR RI dengan Kepala ANRI, tanggal 19 Pebruari 2001disepakati bahwa DPR RI akan membentuk Pokja dalam rangka menelusuri keberadaan Arsip Supersemar.

Tahun 2001 :

1.             Melalui Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor: KN.20.1/31/36/2001 telah membentuk Tim Khusus Penelusuran Arsip Supersemar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh tim adalah melakukan pendekatan personal kepada pihak-pihak yang diperkirakan mengetahui keberadaan Supersemar yang asli. Pendekatan yang pertama adalah dengan melakukan wawancara dengan para pengkisah yang pernah mengalami atau mengetahui tentang keberadaan Supersemar yang asli. Wawancara tersebut dilakukan dengan para pengkisah antara lain : Bp. Abdul Kadir Besar (Mantan Sekum MPRS setelah SU MPRS IV tahun 1966), Bp. Mursalin Daeng Mamanggung (Mantan Anggota DPRGR Utusan dari Angkatan Laut), Bp. Yatijan (Mantan Menteri Maritim).

2.             Pada Bulan Juli 2001 mewawancarai Bp. Soekardjo Wilardjito (Mantan Penjaga Keamanan Istana Bogor Tahun 1966) di Slemen. Wawancara tersebut dihadiri juga oleh pegawai LBH Yogyakarta. Dalam keterangannya disampaikan bahwa beliau menyaksikan secara langsung penodongan oleh para pati pada saat akan dilangsungkan penandatangan surat supersemar. Menurut beliau yang menodongkan senjata adalah M. Panggabean. Karena menurutnya yang hadir dalam rangka penandatangan surat itu adalah 4 (empat) orang yakni M. Yusuf, Basuki Rahmat, Amir Machmud dan M. Panggabean.

3.             Pada bulan Agustus 2001 juga dilangsungkan pertemuan salah satu anggota DPRD Yogyakarta yaitu Kol. Marhaban Fakih yang bersedia mendamping untuk melakukan penelusuran supersemar yang disinyalir disimpan oleh salah satu staf Korem Pamungkas Yogyakarta yaitu Suyoto Danusubroto. Ternyata dokumen tersebut sama seperti yang tersimpan di ANRI (versi Puspen AD).

4.              Dalam Bulan Juli 2001 telah datang ke ANRI Bapak M.C. Suharyanto dari Kediri, Jawa Timur, yang mengaku mengetahui keberadaan dokumen penting itu. Dari informasi Bapak M.C. Suharyanto ini diketahui bahwa konsep naskah asli Supersemar yang dikeluarkan oleh Bung Karno, disimpan oleh (Alm.) Imam Sutrisno (Mantan Kepala Biro Khusus Istana Presiden Soekarno) yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Biro Khusus Istana Presiden. Setelah bertemu dengan keluarga Imam Sutrisno di Jakarta yang diwakili oleh 2 (dua) orang anaknya yaitu Bambang Sudhono dan Retno Pandawi dan sekaligus mencari dokumen yang dimaksud dengan jalan memilih satu per satu arsip yang dimilikinya. Namun upaya menelusuri konsep naskah Supersemar itu belum berhasil sedang yang diketemukan hanya berupa arsip yang informasinya berisi sekitar dikeluarkannya naskah Supersemar. Dalam menelusuri arsip Imam Soetrisno terus dilakukan hingga saat ini.

5.             Dalam dengar pendapat DPR RI dengan Kepala ANRI, tanggal 25 September  2001 dikemukakan bahwa DPR RI belum bisa menghubungi atau menghadirkan Bapak Jenderal TNI (Purn.) M. Yusuf dan H.M. Soeharto dengan alasan kesehatan.

Tahun 2002 :

1.             Dalam dengar pendapat DPR RI dengan Kepala ANRI, tanggal  17 Pebruari 2002 dikemukakan bahwa sampai saat ini ANRI baru menyimpan copy naskah Supersemar yang masih diragukan kebenaran isinya oleh masyarakat; yaitu versi Sekretariat Negara dan Puspenad (Pusat Penerangan Angkatan Darat). Disamping itu ANRI juga menyimpan film yang berisi Pidato Bung Karno pada HUT Kemerdekaan RI yang ke-21 (17-8-1966) yang menegaskan bahwa Surat Perintah Sebelas Maret bukan pengalihan kekuasaan tetapi perintah pengamanan yang antara lain pengamanan jalannya pemerintahan, pengamanan keselamatan dan wibawa Presiden.

2.             Pada bulan Maret 2002 telah dilakukan wawancara dengan Asmawi Mangkualam dengan topik sekitar kelahiran supersemar dan sekaligus dilakukan penelusuran arsip supersemar di kediaman beliau jl. Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat dan tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Namun beliau mengatakan bahwa kemungkinan besar yang menyimpan dokumen yang penting itu Amir Machmud dan M. Yusuf. Beliau menyarankan untuk menghubungi M. Yusuf.

Tahun 2003 :

1.             Pada bulan Februari 2003 melaksanakan penelusuran arsip Supersemar ke Mahkamah Agung. Namun tidak ditemukan berkas-berkas yang berhubungan langsung dengan arsip Supersemar tersebut.

2.             Pada  bulan Maret 2003 melaksanakan penelusuran arsip Supersemar ke Sekjen DPR dan MPR RI. Namun dilembaga tersebut belum diketemukan berkas-berkas yang berhubungan langsung dengan arsip Supersemar tersebut.

3.             Pada bulan April 2003 melaksanakan penelusuran arsip Supersemar ke Mabes TNI. Setelah mengadakan penelitian dan penilaian terhadap arsip Mabes TNI belum diketemukan juga berkas-berkas yang berhubungan langsung dengan arsip Supersemar.

4.             Pada bulan Juni 2003 melaksanakan penelusuran arsip ke Badan Intelejen Nasional. Setelah melakukan penelitian dan penilaian arsip lembaga tersebut belum diketemukan juga arsip Supersemar.

5.             Pada bulan Agustus 2003 melaksanakan penelusuran arsip ke Dewan Pertimbangan Agung RI. Namun tidak diketemukan berkas-berkas yang berhubungan langsung dengan arsip Supersemar.

6.             Dengar pendapat DPR RI dengan Kepala ANRI tanggal 18 September 2004 dikemukakan bahwa penelusuran arsip Supersemar masih terus dilanjutkan mengingat bahwa sampai saat ini arsip tersebut belum juga diketemukan. Penelusuran ini dimaksudkan pula untuk kejelasan sejarah dan kearsipan naskah asli Supersemar perlu ditemukan baik melalui jalur biasa, maupun jalur hukum.

7.             Menghubungi mantan Kepala Arsip Nasional RI, Dra. Soemartini pada tanggal 30 Oktober 2003. Alasan kami menguhubungi beliau adalah karena beliau pernah dekat dengan mantan Menteri Sekretaris Negara yaitu Soedharmono, SH dan Drs. Moerdiono. Menurut keterangannya semasa masih menjabat Mensesneg, Bapak Soedharmono pernah ditanya mengenai keberadaan Arsip Supersemar dan beliau menjawab ada. Namun sewaktu Bapak Moerdiono menjabat sebagai Mensesneg, pertanyaan itu dikemukakan lagi dan jawaban beliau Arsip Supersemar itu tidak ada dan hilang;

8.             Melalui Surat Keputusan Kepala Arsip Nasional RI No. KN.00/224/2003 telah membentuk Tim Khusus Penelusuran Arsip Supersemar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh tim adalah melakukan pendekatan personal kepada pihak-pihak yang diperkirakan mengetahui keberadaan Supersemar yang asli. Pendekatan yang pertama adalah dengan melakukan wawancara dengan para pengkisah yang pernah mengalami atau mengetahui tentang keberadaan Supersemar yang asli. Wawancara tersebut dilakukan dengan para pengkisah antara lain : Mayjen TNI AD (Purn) Soenarso (Mantan Ajudan Presiden Soekarno dan Ketua G-5 KOTI), Frans Seda (Menteri Perkebunan).

9.             Pada bulan Nopember-Desember 2003 telah dilakukan upaya untuk penelusuran arsip di Setneg dan Seskab. Penelusuran ke lembaga tersebut dimaksudkan untuk menelusuri keberadaan arsip tersebut. Karena sejak masa orde lama lembaga tersebut telah ada. Disamping itu, lembaga tersebut juga telah mengeluarkan bentuk naskah Supersemar dalam buku terbitannya yaitu 30 Tahun Indonesia Merdeka dan 30 Tahun Indonesia Merdeka (dalam bahasa Inggris). Namun kenyataannya setelah dilakukan penelusuran arsip Supersemar tersebut belum diketemukan.

Tahun 2004 :

1.            Melakukan wawancara dengan Djon Pakan Lalanlangi (aktivis periode 1966) seputar penelusuran arsip Supersemar. Menurut beliau pada waktu diberlakukannya surat tersebut tidak mengetahui format tulisannya, pada waktu itu ia hanya mendengar saja kalau surat tersebut sudah ditetapkan menjadi Tap MPRS No. IX/MPRS/ 1966.

2.            Melakukan wawancara dengan Ridwan Saidi (Anggota HMI Periode 1966) seputar penelusuran arsip Supersemar. Menuurut beliau pada waktu ditetapkannya Supersemar ia masih menjadi mahasiswa dan tergabung dalam Laskar Amanat Penderitaaan Rakyat (Ampera). Sehingga ia tidak tahu mengenai format tulisan Supersemar.

3.            Melakukan wawancara dengan R. Suprapto (mantan Gubernur DKI Jakarta dan Ketua Dewan Harian Nasional’45) seputar penelusuran arsip Supersemar. Menurut beliau pada waktu terjadinya penumpasan PKI di Jakarta, ia berada di Jawa Tengah untuk menumpas pemberontakan di sana sehingga ia tidak tahu gejolak yang terjadi di Jakarta khususnya mengenai pembuatan naskah Supersemar.

4.             Melakukan wawancara dengan Sukotjo T (Ketua Bidang Sejarah Legiun Veteran RI) seputar penelusuran arsip Supersemar. Menurut beliau pada waktu diberlakukannya surat tersebut tidak mengetahui format tulisannya, pada waktu itu ia hanya mendengar saja kalau surat tersebut sudah ditetapkan menjadi Tap MPRS No. IX/MPRS/ 1966.

Tahun 2005 :

1.             Melakukan wawancara sejarah lisan dengan Sukarjo Wilardjito (mantan Penjaga Keamanan Istana Bogor tahun 1966). Wawancara dilakukan pada 23 April 2005 di Sleman, Yogyakarta. Sebelumnya wawancara dengan beliau pernah dilakukan pula pada Agustus 2001 di Sleman. Wawancara kali ini juga disaksikan oleh pegawai LBH Yogyakarta. Pada Agustus 2001, dalam keterangannya yang disampaikannya bahwa beliau secara langsung menyaksikan penodongan Presiden Sukarno  oleh M. Panggabean pada saat akan dilangsungkan penandatangan surat supersemar yang sudah dipersiapkan dari Jakarta. Menurutnya yang hadir dalam rangka penandatangan surat itu adalah 4 (empat) orang yakni M. Yusuf, Basuki Rahmat, Amir Machmud dan M. Panggabean. Dalam wawancara tahun 2005, ada informasi tambahan yang disampaikan yaitu bahwa penandatangan Supersemar tersebut dilakukan dengan terpaksa karena diktum Supersemar itu bukan diktum kepresidenan melainkan diktum militer.

2.            Melakukan wawancara dengan Suprapto KS  (mantan anggota Pasukan Pengawal Presiden Sukarno tahun 1966). Wawancara dilakukan pada 26 April 2005 di Bandung, menurut beliau ada 3 (tiga) jenderal yakni M. Yusuf, Basuki Rahmat dan Amir Mahmud yang menghadap Presiden Sukarno di Istana Bogor dengan membawa map warna merah muda yang kemungkinan berisi Supersemar. Tidak lama kemudian datang seorang jenderal lagi yakni M. Panggabean. Penandatangan Supersemar tersebut dilakukan dengan terpaksa dan dipaksa oleh ke 4 (empat) jenderal tersebut. Namun beliau tidak tahu persis format tulisan yang terdapat pada map tersebut.

3.            Melakukan wawancara dengan Rian Ismail (mantan anggota Pasukan Pengawal Presiden Sukarno tahun 1966).Wawancara dilakukan pada 29 April 2005 di Banjarmasin, menurut beliau ada 4 (empat) jenderal yang menghadap Presiden Sukarno di Istana Bogor. 2 (dua) jenderal tampak kelihatan yakni Basuki Rahmat dan M. Yusuf. Sedangkan yang 2 (dua) jenderal lagi kurang begitu jelas karena terhalang cahaya. Namun beliau tidak tahu banyak mengenai peristiwa yang terjadi di dalam Istana Bogor.

4.            Melakukan wawancara dengan Bachtiar Ginting (mantan anggota Kabudayaan Nasional tahun 1966-1967).Wawancara dilakukan pada 31 Mei 2005, menurut beliau, Supersemar pernah dibicarakan dalam perkumpulan kebudayaan. Namun beliau tidak tahu persis format Supersemar yang sesungguhnya, karena pada waktu itu tidak ada selebaran yang berkaitan langsung dengan Supersemar.

5.            Melakukan wawancara dengan Moerdiono (mantan Mensesneg). Wawancara ini dilakukan oleh Kepala ANRI tanggal 22 Juli 2005 di rumah beliau, jalan Sriwijaya Raya No. 23, Kby Baru, Jaksel. Mengenai Supersemar beliau mengatakan bahwa Supersemar tersebut dari Jenderal Besar TNI (Purn) Suharto (mantan Presiden RI ke-2) di Kostrad diserahkan kepada Sekretariat Tata Usaha Staf AD, Letkol Budiono dibawa ke Merdeka Barat untuk difotocopy. Moerdiono memerlukan Supersemar tersebut sebagai dasar untuk membuat rancangan tentang pembubaran PKI. Namun untuk sementara waktu tidak diperbolehkan karena masih rahasia. Selanjutnya Supersemar dibawa kembali ke Kostrad dan beberapa waktu kemudian dikirim ke Merdeka Barat. Setelah berada di Merdeka Barat, beliau menggunakan Supersemar itu sebagai dasar hukum pembubaran PKI. Menurutnya, Supersemar itu memang ada. Untuk detailnya akan diinformasikan kemudian.

6.            Melakukan wawancara dengan Sidarto Danusubroto (mantan ajudan Presiden Sukarno tahun 1967, sekarang anggota DPR RI Fraksi PDIP). Wawancara dilakukan pada 2 Agustus 2005, menurut beliau, mengenai Supersemar Presiden Sukarno pernah mengatakan bahwa Supersemar itu manipulasi perintah saya dan manipulasi sejarah. Namun beliau tidak pernah diberitahu tentang format Supersemar yang sebenarnya oleh Presiden Sukarno.

7.            Melakukan wawancara dengan Maulwi Saelan (mantan ajudan Presiden Sukarno tahun 1966). Wawancara dilakukan 25 Agustus 2005, untuk wawancara kali ini beliau hanya menginformasikan tentang keadaan Jakarta menjelang Peristiwa 30 September 1965. Selanjutnya (waktu belum ditentukan) akan diinformasikan pula mengenai peristiwa sesudah pemberontakan PKI 1965 termasuk dikeluarkannya Supersemar.

8.            Melakukan pertemuan dan pembicaraan dengan H.A. Herry Iskandar (Wakil Walikota Makassar) yang juga keponakan Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf, pada tanggal 30 Agustus 2005 di Kantor Walikota Makassar. Dalam pertemuan tersebut beliau mengatakan bahwa sampai saat ini keluarga Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf tidak menyimpan atau menyembunyikan keberadaan Supersemar. Keterangan tersebut selanjutnya dimuat dalam Surat Kabar Fajar pada tanggal 31 Agustus 2005. Untuk selanjutnya,  beliau akan membantu mengumpulan arsip pribadi Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf untuk dilestarikan di Arsip Nasional RI.

Tahun 2006

1.             Melakukan wawancara sejarah lisan dengan Drs. Muhammad Achadi (mantan Menteri Transmigrasi dan Koperasi Tahun 1966) pada tanggal  22 Februari 2006. Informasi yang disampaikan oleh beliau bahwa seluruh menteri pada masa itu mengadakan pertemuan dengan Presiden Sukarno di Istana Bogor untuk diberi penjelasan tentang terbitnya Supersemar. Namun pada tanggal 13 Maret 1966, beliau bersama seluruh menteri pada masa itu menghadap Presiden Sukarno di Istana Bogor dan Presiden Sukarno menjelaskan bahwa Supersemar itu hanya surat perintah biasa dari Presiden kepada Jenderal Suharto.

2.             Melakukan wawancara sejarah lisan dengan Luksamono (Ajudan Jenderal M. Yusuf sewaktu menjabat Menhamkam/ Pangab dan Ketua BPK). Informasi yang disampaikan oleh beliau bahwa Jenderal M. Yusuf sewaktu kali pernah bercerita mengenai naskah Supersemar yang terdiri dari 2 (dua) lembar. Jenderal M. Yusuf juga pernah membantah keterangan Sukarjo Wilardjito (mantan Penjaga Keamanan Istana Bogor tahun 1966) yang menyatakan bahwa Presiden Sukarno pernah ditodong senjata oleh Jenderal Panggabean. Padahal saat itu tidak terjadi penodongan senjata dan Jenderal Panggabean tidak pernah ikutserta dalam penerbitan Suparsemar.

3.             Melakukan wawancara sejarah lisan dengan Maulwi Saelan (mantan ajudan Presiden Sukarno tahun 1966). Informasi yang disampaikan oleh  Jenderal  M. Yusuf bahwa naskah Supersemar terdiri dari 2 (dua) lembar, bukan 1 (satu) lembar. Jenderal M. Yusuf tidak pernah menyimpan naskah Supersemar tersebut.

Tahun 2007

1.             Melakukan wawancara dengan Sukmawati Sukarno Putri (Putri Presiden Sukarno) pada tanggal 26 April 2007. Informasi yang disampaikannya bahwa pada saat Supersemar diterbitkan beliau berada di Bandung sehingga beliau tidak tahu persis kejadiannya. Namun berdasarkan informasi yang diterima dari dari ajudan Presiden Sukarno, radio dan kakak-kakaknya bahwa Supersemar itu hanya sekedar surat perintah seorang Presiden kepada Pangti ABRI. Namun menurut Sukmawati bahwa mantan Presiden Suharto tidak pernah melapor kepada Presiden Sukarno setelah dilaksanakannya perintah tersebut.

2.             Wawancara dengan Maulwi Saelan (mantan Ajudan Persiden Sukarno 1966). Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Mei 2007. Informasi yang disampaikannya bahwa mengenai penerbitan Supersemar beliau tidak mengetahui persis tentang kejadiannya. Hanya berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Almarhum  Jenderal M. Yusuf (Purn). kepada beliau bahwa naskah Supersemar terdiri dari 2 (dua) lembar dan dibawa langsung oleh Jenderal M. Yusuf untuk diserahkan kepada Jenderal Suharto. Jenderal M. Yusuf tidak pernah menyimpan naskah Supersemar tersebut.

3.             Melakukan wawancara dengan Sulastomo (mantan ketua Himpunan Mahasiswa Islam). Wawancara dilakukan pada tanggal 12 September 2007. Dalam ketarangan yang disampaikan oleh beliau bahwa sejauh ini beliau tidak mengetahui persis tentang diterbitkannya Supersemar, hanya yang beliau ketahui bahwa pada tanggal 11 Maret 1966 memang dikeluarkan Supersemar yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno. Dengan berbekal surat itu kemudian Mantan Presiden Suharto melakukan Pembubaran PKI. Supersemar tersebut kemudian difotocopy untuk disampaikan kepada semua anggota MPRS yang selanjutnya digunakan sebagai dasar penetapan Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Pengukuhan Supersemar

4.             Melakukan konfirmasi kembali dengan H.A. Herry Iskandar (Wakil Walikota Makassar) yang juga keponakan Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf, pada tanggal 24 April 2007 melalui telepon berkenaan dengan arsip-arsip yang disimpan oleh M. Yusuf yang nantinya akan diserahkan ke ANRI. Namun sejauh ini belum ada tanggapan mengenai hal tersebut.

5.             Melakukan pembicaraan dan pertemuan dengan Witaryono S. Reksoprodjo (Kordinator Forum Koordinasi Tim-tim Advokasi dan Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Peristiwa ’65) di Jakarta untuk meminta informasi mengenai pengkisah yang dapat diwawancarai seputar terbitnya Suparsemar. Pada tahun 2007 ini, kami akan melanjutkan kembali wawancara dengan Muhammad Achadi namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Selanjutnya kami menghubungi Ali Ibram sejak tahun 2006 – 2007, baik telepon langsung maupun melalui surat, namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari beliau. Kami akan melanjutkan kembali wawancara dengan.

Satu Tanggapan

  1. Terima kasih sekali Pak Ichsan atas ” ARSIP SUPERSEMAR ” tunas63 selalu di hati penggemar.

    Suka

Tinggalkan komentar